Berpayung Sendirian - Halaman Kelima

Mungkin bagian kelima ini akan menjadi catatan yang paling memberikan pikiran dari rasa trauma dan pandangan negatif namun mungkin kamu akan banyak menerima pelajaran dari POV ku selama berada pada fase 20 tahunan.  Saat itu aku pernah ada pada posisi berpayung sendirian di waktu yang terbilang sudah cukup malam kisaran pukul 10 malam, aku punya teman, aku punya saudara namun tidak ada satupun orang yang bisa aku hubungi untuk meminta jemput pulang, berjam jam merenung sendirian dipinggir jalan dengan payung yang aku pinjam, tanpa jaket dengan sepatu yang basah karena kebanjiran, disana pikiran ku hanya ada pada sebatas "ini pulang gimana caranya".. angkutan umum pun sudah tidak ada, perasaannya sedih, perempuan dengan tubuh kecil kehujanan dengan sepatu basah baru pulang bekerja ini hanya bisa diam dipinggir jalan, ingin menangis namun hanya bisa diam sembari terus berpikir ini bagaimana cara pulangnya.

Masa itu adalah tahun pertama aku mulai bekerja serius setelah baru lulus sekolah, pada masa itu tanggungjawab penuh akan diri sendiri sudah diberikan oleh orang tua ku, selama tiga tahun kurang aku menanggung diri sendiri dan banyak belajar disana, kebutuhan makan, tempat tinggal ditanggung sendirian, pada akhirnya orang tua pun akan habis masa tanggungjawabnya saat kita sadar diri sendiri yang sudah dewasa itu sudah menjadi tanggungan sendiri. 

Para orang tua akan mulai melepas anak-anaknya jika mereka sudah banyak memberikan kepercayaan bahwa anaknya sudah bisa hidup sendiri, bukannya mereka tega, namun lebih kepada mereka sudah lebih percaya dari sebelumnya. 

Kembali kepada berpayung sendirian, beranjak 2 tahunan akhirnya aku sudah terbiasa dengan mengurusi diri sendiri walau dengan seperti itu, namun puncak kelelahan dan kesedihan ku ada pada masa menuju hampir 3 tahun, disana aku dengan bulat membuat keputusan untuk tinggal sendirian karena aku sudah berpindah tempat bekerja ke tempat baru, serta teman yang stau tempat tinggal dengan ku juga sudah menikah namun minusnya gaji disana hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan hanya pas untuk membayar sewaan tempat tinggal.

 Masa tersulit menurut ku adalah saat dimana aku kesulitan namun aku tidak memiliki orang yang bisa aku hubungi bahkan hanya untuk sekedar meminta makan. Aku masih ingat betul, minggu pertama saat pindah tempat tinggal karena teman ku menikah adalah posisi saat dimana gaji minggu kemarin ku habis dipakai untuk biaya pindahan sendirian, aku gak mungkin bawa lemari baju itu dengan badan yang kecil ini kan ? Sebelumnya aku sempat meminta tolong kepada orang yang sangat aku percayai namun sayang dia membatalkan janji untuk membantu ku, dia membatalkan pada saat hari akan berpindah, di minggu itu aku hanya memiliki stok roti dua buah serta air minum satu liter untuk dua hari sebelum gajian minggu selanjutnya, dan uang 2000 rupiah, uang ku habis untuk biaya pindahan serta biaya jalan perkuliahan. 

Setiap malam dikamar kost hanya bisa merenung, kenapa ya sendirian itu sesulit ini rasanya ? Mungkin jika ayah masih ada aku gak akan sewajib ini untuk memenuhi kehidupan diri sendiri, jujur aku sebenarnya gak bisa, aku gak sanggup sampai harus menahan lapar sendirian seperti ini, setiap malam hanya bisa dibawa buat merenung sendirian. Aku sudah tidak bisa menangis karena kelelahan bekerja. Aku hanya bisa menahan rasa lapar dengan rasa sepi itu. Ingin menghubungi teman namun aku ingat orang yang aku percaya pun bisa membatalkan janjinya untuk menolong ku, ingin meminta bantuan orang tua, namun aku paham orang tua pun juga keterbatasan. Semuanya terasa sulit dan membuat stress, aku benci sendirian namun aku lebih benci jika ternyata orang-orang disekiling ku hanya membutuhkan ku disaat mereka punya kesulitan, dan enggan membantu ku saat aku ada diwaktu yang sulit. Namun pada akhirnya aku bisa keluar dari posisi itu. Perlahan aku mulai bisa mengandalkan diri sendiri dan mulai terbiasa hidup sendirian. 

Sering menaerima banyak penolakan, banyak merasa kecewa karena perlakuan orang-orang,  sering menerima banyak ketidaktulusan, menerima banyak perhitungan,  selalu diposisikan untuk dimanfaatkan dan dibuang jika sudah tidak dibutuhkan, dan diberikan perlakuan yang tidak setimpal padahal berterima kasih yang tulus saja cukup untukku, selalu dijadikan opsi/pilihan, membuat ku merasa aku cocok hidup sendirian. Sampai mindset ku ada pada titik, lebih baik berjalan berkilo-kilo sendirian dan berkeringat untuk menuju tujuan ku dibanding diantar dengan motor/mobil oleh orang yang palsu dan tidak tulus. 

Puncak nya aku ada pada perasaan trust issue, sedih berkepanjangan, stress, mood mudah naik turun, marah jika diberikan perhatian, lebih banyak diam, jika diperlakukan baik aku selalu berpikir negatif kepada orang yang berbuat baik kepada ku maka pasti dia ada maunya, dan selalu merasa aku bisa sendirian padahal sebagai manusia aku akan membutuhkan orang lain. Jangan tanya aku kenapa, yang jelas aku yang seperti ini tentunya terbentuk dari lingkungan yang pernah aku lalui sebelumnya. Titik terakhirnya ada pada saat tubuh ku sudah tidak bisa menampung rasa depresi, sakit hati dan stress nya sampai berefek selalu mual, pusing, tubuh bergetar tidak bisa diam dan sulit untuk dibawa konsentrasi, ingin tidur terus menerus, mudah mengantuk, penghujung nya ada pada diagnosa dokter yang mengatakan psikis ku sudah kena dan salah satu teman ku yang mengantar ku periksa waktu itu pun membenarkan tanda-tanda keanehan ku yang dikatakan oleh dokter itu. Saat ini harusnya aku lanjut untuk cek darah, lab dan lain sebagainya untuk pemeriksaan mendalam selanjutnya, namun aku memutuskan untuk tidak melanjutkan pemeriksaannya, aku sadar ini tidak harus ditangani oleh dokter umum, namun lebih ke arah psikologis, dan saat ini aku lebih memilih untuk belajar memperbaiki hidup, mulai bahagia lagi, mencoba banyak tersenyum, banyak olahraga, dan belajar untuk tidak memikirkan hal yang tidak perlu serta belajar untuk membiarkan hal yang sudah terjadi, agar pikiran dan tubuh ku baik-baik saja. Maka jangan heran kenapa di usia menuju 22 tahun ini, aku banyak berjalan keluar, sering berada diluar untuk mengobrol dengan orang orang yang tidak dikenal, makan diluar, ngopi, membaca buku, olahraga, itu sebenarnya aku bukan sedang menikmati hidup, namun aku sedang berusaha menyembuhkan diri ku sendiri. 

Alhamdulillah keadaan kini sudah menjadi lebih tenang dan lebih baik dari sebelumnya, namun sampai saat ini, aku masih bisa merasakan sejauh mana rasa sakit yaang pernah diberikan orang-orang disekeliling ku, aku tidak dendam, namun semoga mereka ingat perlakuan negatif sekecil apapun yang pernah mereka lakukan sampai membuat aku banyak terbentur sampai hari ini. Dengan ini aku jadi tahu, agar aku tidak terbentuk seperti mereka untuk orang-orang sekeliling ku. Sudah ku kubur ingatan buruknya dalam dalam, dan dengan ini aku menyatakan aku akan sembuh dengan waktu ku walaupun aku harus berjalan sendirian.

Semoga dengan ini kamu bisa belajar banyak, jangan sampai terlalu over dalam memberikan ketulusan, turunkan ekspektasi, bersikap baik dengan sewajarnya, jangan mudah memberikan kepercayaan, jangan mudah merasa kamu spesial untuk orang sekitar, kamu spesial hanya untuk diri mu sendiri, jangan banyak overthingking, dan bangkit dari keterpurukan, jangan sedih berkepanjangan, kamu harus sehat lahir maupun bathin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jatuh Hati - Halaman Pertama

TENTANG BERPACARAN - Halaman Ketujuh

SLOT/Judi dari pandangan perempuan - halaman kedelapan