Sudut Pandang Ku tentang Perkotaan - Halaman Keenam

Jika aku ditanya bagaimana perkotaan menurut ku ? Maka aku akan menjawab perkotaan terlalu keras untuk orang yang tidak berkecupan. Selama hampir satu tahun terakhir ini aku banyak berkeliling Bandung, area Braga, Jendral Sudirman, Gedung Sate, sudut Gatot Subroto, Dipatiukur, Cihampelas, jembatan Pasupati, Kopo, Otista, dan masih banyak lagi. Yang kutemukan bukan hanya sekedar kesibukan orang-orang dengan kepadatan jalannya. 

Setiap berangkat keluar selalu terasa bersemangat, namun setiap pulang ke rumah, di perjalanan pulang itu terasa selalu letih memperhatikan orang-orang yang menjelang malam ada yang masih berjalan menyusuri jalanan dengan karung yang digendong dan memunguti barang bekas, ada pula yang mulai merapikan kardus kardusnya untuk dijadikan alas tidur di depan ruko yang sudah tutup, serta pejual mainan anak-anak yang setelah isya masih terus bertahan berdagang dipinggiran mall besar dan bersaing dengan keramaian orang yang banyak mengunjungi tempat-tempat mahal dibanding dengan membeli sesuatu yang terlihat murah. Tak lepas dari itu juga aku banyak melihat orang tua tanpa alas kaki berbagi satu bungkus makanan dengan anak-anak mereka dipinggir jalan, tidak lupa juga dengan kakek-kakek alun alun Bandung yang sudah pincang namun masih tetap mencari rezeki dengan menjadi badut hello kitty, dan masih banyak lagi.  

Berkeliling Bandung, berkeliling perkotaan memang berpeluang untuk menjadi boros, namun hanya dengan itu aku bisa menyadarkan diri untuk terus bertahan sesulit apapun posisi saat ini. Dengan penuh aku belajar dari mereka untuk menerima takdir yang sebatas ini. Kesejahteraan tidak merata membuat aku merasa bersalah karena dalam keterbatasan yang masih bisa ku lalui saat ini aku masih saja sering mengeluh letih, ditengah banyak orang yang lebih letih. Aku malu karena dalam proses ini aku masih saja meminta yang lebih kepada Tuhan padahal aku masih bisa makan dan beribadah dengan tenang. Namun terlepas dari itu memang wajar sebagai manusia aku meminta, yang sangat disayangkan kenapa aku masih memiliki seyukur yang kurang disaat tempat tidur ku beralas tempat tidur bukan kardus bekas atau plastik.
 

Lalu dalam setiap perjalanan pulang aku sering bertanya siapa yang berhak disalahkan dari ketidaksejahteraan yang tidak merata ini ? Permerintah ? Rasanya percuma, pada akhirnya yang akan membantu adalah mereka yang sadar akan kelebihannya untuk membantu orang-orang berkekurangan disekililingnya, kini aku paham kenapa Tuhan mengatakan : “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.QS. adz-Dzariyat. Dan dalam proses ini aku ingin meminta maaf sebab hanya menulis yang bisa ku lakukan bukan menolong mereka yang sedang kesulitan, semoga beranjak waktu Tuhan akan mempertmukan ku pada kecukupan yang cukup agar yang memiliki harapan untuk hidup bukan hanya aku, namun mereka juga. Sungguh yang ku inginkan hanya menjadi penerang untuk orang lain, tidak lebih dari itu, sebab dalam kesulitan aku selalu mengandalkan otot serta pikiran yang diam, aku tidak mau mereka putus asa dikemudian harinya.                                               






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jatuh Hati - Halaman Pertama

TENTANG BERPACARAN - Halaman Ketujuh

SLOT/Judi dari pandangan perempuan - halaman kedelapan